SEJAK 2013, pemkot menaikkan pajak parker menjadi 30 persen dari omzet total pengelola parkir. Sebelumnya pajak parkir 10 persen dari omzet. Ini menyebabkan realisasi penerimaan pajak parkir melonjak. Setelah sebelumnya hanya sekitar Rp 4 miliar, dua tahun terakhir pendapatan daerah dari sektor ini mencapai belasan miliar rupiah.

   “Asalkan perekonomian masih bagus, tingkat kunjungan meningkat, otomatis pendapatan dari sektor pajak juga meningkat,” kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Balikpapan Muhammad Noor didampingi Kabid Perencanaan Pendapatan dan Pengendalian Operasional (P3O) Tri Murtiana kepada Kaltim Post, kemarin (6/7).

   Namun, ia mengingatkan Dispenda hanya bisa menarik pajak dari pengelolaan parkir oleh pihak swasta. Terdapat 9 potensi pajak parkir di Balikpapan yang terdiri dari mal, bandara, dan rumah sakit. Sementara pengelolaan parkir oleh pemkot retribusinya langsung dikelola Dishub. “Kalau pajak parkir potensi kebocoran kecil walaupun masih mungkin karena pajak parkir ini sistemnya kepercayaan,” tambahnya.

   Artinya pengelola parkir yang melaksanakan, menghitung sendiri, dan melaporkan pajaknya sendiri ke Dispenda. Meski begitu, dispenda tidak serta-merta menerima. Tim teknis kerap sekali melakukan uji petik untuk memastikan kejujuran dari pengelola parkir dalam melaporkan omzet dan nilai pajaknya.

   Uji petik meliputi menunggui petugas parkir sampai pada menghitung dan menentukan nilai pajak yang harus dibayarkan. Ketika terjadi penurunan, tim pengawas akan meminta keterangan. “Tapi saat ini kami baru saja launching Information Technology of Economy Community (ITEC). Saat ini sedang uji coba, tapi beberapa rumah makan sudah ada yang terpasang,” imbuhnya.

   ITEC merupakan system online yang memungkinkan Dispenda ikut mengawasi keluar dan masuknya kas dari wajib pajak secara online. Sehingga hal ini akan menentukan secara tepat besarnya pajak yang dipungut. Baik itu pajak perhotelan, pajak restoran termasuk pajak parkir.

Sumber : Balikpapan Pos