KUBUR BEKANTAN DEKAT RUMAH

MENGAPUNG 12 JAM DI SUNGAI MANGROVE

        Balikpapan, Tribun – Bekantan atau Nasalis Larvatus alias monyet Belanda mati di kawasan Mangrove Center, Graha Indah, Balikpapan Utara, Selasa (22/9) sore. Primata penghuni hutan mangrove tersebut ditemukan petugas patrol mengambang di sungai, kurang lebih selama 12 jam.

      Menurut pengelola Mangrove Center Graha Indah Agus Bei, bekantan jantan dengan bobot diperkirakan 20 kg itu mati tanpa da luka bekas tindak kekerasan. “Petugas setelah melakukan patrol dan mengantar tamu menemukan sesuatu di atas sungai. Setelah didekati ternyata bangkai bekantan,” ujar Agus Bei dengan nada sedih saat dihubungi Tribun Kaltim, tadi malam.

      Untuk menghindari bau menyengat atau bangkainya dimakan buaya, petugas patrol mengangkatnya dari sungai ke darat menggunakan tali dibantu warga. Selanjutnya bangkai bekantan langsung dikubur di dekat rumah warga, Mangrove Center Graha Indah. “Karena jasad bekantan ada di tengah sungai, kami terpaksa mengangkatnya menggunakan tali. Kami langsung menguburkannya,” ungkapnya.

      Agus bei mengaku belum mengetahui secara pasti penyebab matinya bekantan. Namun, ada dua kemungkinan penyebab matinya primate yang banyak hidup diperairan Kaltim ini mati. Pertama, bisa jadi keracunan, kedua karena usianya sudah tua. Terkait penyebab kematian bekantan ini, Agus sudah konsultasi dengan dokter hewan yang biasa melakukan penelitian.

      “Apabila matinya karena keracunana otomatis bujan hanya satu yang mati, pasti lebih Kenyataannya hanya satu yang ditemukan dan ini sudah dikonsultasikan dengan dokter hewan dari Wanariset,” tuturnya.

      Terkait perlu tidaknya otopsi untuk mengetahui penyebab kematian bekantan, Agus mengatakan kalau memang diperlukan bisa dibongkar kembali. Kuburan bekantan berada di dekat rumah. “Apabila sewaktu ada yang ingin mengotopsi bisa langsung digali kembali.”

      Agus belum melaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) terkait matinya bekantan, “Semoga BKSDA menanggapi terkait kematian bekantan ini, dan kalau ingin mengetahui penyebabnya datang saja,” katanya.

 

Ditemukan Terluka


      Matinya bekantan di kawasan Mangrove Center Graha Indah, bukan hal baru. Pada Juni Lalu ditemukan pula bekantan betina terluka parah di perairan dekat Pulau TukunG. Beberapa hari setelah ditemukan terluka, monyet hidung panjang itu akhirnya mati usai mendapatkan perawatan medis di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 3 Kaltim dan Dinas Peternakan Balikpapan.

      Saat pertama kali ditemukan seorang pecinta primate, hewan yang sering disebut monyet Belanda ini memang dalam keadaan luka pata di beberapa bagian tubuhnya. Ada luka di dadanya beramat dalam.

      Menurut Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Wilayah 3, Amos Robi Simon, selama berada di bawah penanganan BKSDA bekantan tersebut sudah mendapatkan perawatan intensif oleh 4 dokter hewan. Namun setelah dioperasi, dijahit ulang, diberi vitamin, dan antibiotik, tidak ada perubahan. Kondisinya justru semakin lemas.

      Penyebab kematian bekantan berusia 4 tahun ini lanjut Amos, akibat depresi menahan luka dan tidak hidup bersama kelompoknya. Ini dikarenakan bekantan merupakan primate yang hidupnya berkelompok dan tidak akrab dengan manusia. “Nafsu makannya sendiri kurang, beratnya pertama kali ditimbang itu 4,5 kg. padahal untuk ukuran Bekantan 4,5 kh termasuk tidak normal (terlalu kurus),” katanya.

      Pihak BKSDA menduga, luka yang diderita bekantan tersebut berasal dari konflik dengan satwa lain. Sumber makanan bekantan sesuai dengan area masing-masing kelompok. Amos menuturkan, kemungkinan bekantan itu terlepas dari kelompoknya saat mencari makan, lalu menyeberangi sungai dan diserang buaya. Sebab berdasarkan informasi yang didapat BKSDA dari peneliti, dimana habitat bekantan ada, pasti disitu terdapat pula buaya.

     Agus Bei menambahkan, tidak seharusnya bekantan berada di perairan dekat Pulau Tukung. Jika ada bekantan bermigrasi ke kota dipastikan sumber makanan di habitatnya mulai habis. Lagi pula ancaman predator yaitu buaya membuat bekantan tidak bisa menetap di satu tempat.

      “Bekantan umumnya hidup berkelompok, jika pisah ada kemungkinan dia diserang buaya dan ditinggalkan kelompoknya. Namun jika melihat tempat ditemukan menuju Pelabuhan Semayang ada kemungkinan factor manusia terlibat didalamnya,” ujar Agus Bei.

      Agus Bei sudah mengadakan penelitian selama lebih dari 11 tahun tentang cara hidup bekantan dan flora yang ada di kawasan hutan mangrove. Bekantan umumnya memakan rambai yaitu buah dari pohon bakau dan beberapa jenis dedaunan sepeerti elvesinia. (m14/m01)

 

Sumber : TribunKaltim