Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Balikpapan mengundang keprihatinan tersendiri. Apalagi banyak kasus kasus pelecehan seksual yang tidak terungkap atau berhenti begitu saja lantaran masyarakat masih enggan untuk melaporkan kasus tersebut kepada pemerintah kota Balikpapan atau aparat penegak hukum.
“Mereka tidak mau melaporkan karena malu dan sebagainya, takut anak atau keluarga takut tercoreng dan sebagainya, takut malu dan sebagainya, ini yang banyak faktor sebenarnya, “ ujar Wakil Ketua DPRD Kota Balikpapan, Sabaruddin Panrecalle saat ditemui Tribunkaltim.co, Selasa (15/12/2015)
Ia melihat bahwa maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak di Balikpapan memang perlu langkah-langkah konkret dari pemerintah eksekutif, legislatif, maupun yudikatif untuk mengambil langkah-langkah hukum yang tegas.
Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya jika anak sudah menjadi korban, proses pemulihan cukup lama karena psikologisnya terganggu. Belum lagi beban moral yang dialami keluarga korban di masyarakat. Keluarga korban pun juga bisa mengalami gangguan psikologis.
“Para pelaku-pelaku ini harus dihukum yang seberat-beratnya karena efek dari ini (pelecehan seksual pada anak) terjadi trauma yang berkepanjangan dari anak-anak oleh karenanya saya pikir aparat hukum tidak boleh main-main untuk menyikapi tentang pelecehan seksual dibawah umur anak-anak dan tidak bisa ditolerir lagi,“ terangnya.
Pemerintah memandang kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual, sudah sangat serius. Untuk itu, Pemerintah memandang perlu melakukan terobosan, di antaranya memberikan pemberatan hukuman kepada pelaku kekerasan kepada anak bahkan dalam bentuk kebiri atau kastrasi. Selama tidak bertentangan dengan undang – undang, Sabaruddin berpendapat bahwa hukuman itu sah sah saja diterapkan sehingga memberikan efek jera pada pelaku.
“Jangan dianggap main-main tidak ada kompromi bahwa hukum tidak bisa dibeli, itu tidak ada ya, memang sih dari segi aspek hukum itu kan emang ada kontradiktif antara hukum dan hak asasi manusia apapun bahasanya hukum harus ditegakkan sebaik-baik mungkin jangan sampai kita melanggar HAM juga dan sebagainya tapi juga dibuatkan perangkat hukum regulasi dan aturan yang semaksimal mungkin sebagai proteksinya, “ terangnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim