Diskusi Forum Kota Kaltim Post Ulas Pariwisata Balikpapan

Anggaran Terbatas, Pemetaan Belum Jelas
Balikpapan menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Namun belum dikelola dengan optimal.

PADAHAL sektor pariwisata menjadi salah satu andalan kota ini selain sektor industri, perdagangan dan jasa. Di tengah kondisi perekonomian yang tengah lesu, sektor pariwisata diharapkan tetap tumbuh menggerakkan sektor mikro hingga makro. Namun sebelum itu, mari sama-sama berkaca, seberapa menarik destinasi wisata Balikpapan untuk dikunjungi.

Kaltim Post mencoba mengangkat persoalan ini ke permukaan. Melalui agenda rutin bulanan, Diskusi Forum Kota Kaltim Post mengangkat topik “Jualan Pariwisata, Balikpapan Punya Apa?” di Lantai 3 Gedung Biru Kaltim Post, Jalan Soekarno-Hatta Km 3,5, kemarin (26/4). Hadir beberapa narasumber kompeten mulai dari DPRD Balikpapan, Pemkot Balikpapan, pelaku usaha pariwisata, pengamat, serta masyarakat.

Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh membuka diskusi dengan pengakuan bahwa Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) masih kewalahan mengelola pariwisata Balikpapan. “Mereka belum concern. Karena terlalu banyak yang diurus,” katanya.

Mulai dari kepemudaan, olahraga, budaya, dan pariwisata. Menurutnya seharusnya SKPD ini dipecah. Perlu dibentuk SKPD khusus menangani pariwisata yang menjadi tonggak perekonomian. Sama halnya dengan Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPKP) yang juga terlalu banyak menangani beberapa bidang. Akibatnya, tak bisa fokus. Beberapa sektor menjadi telantar.

Soal kucuran anggaran tak berpihak pada pengembangan sektor pariwisata, memang diakui Abdulloh. Tahun ini misalnya, anggaran untuk pariwisata hanya Rp 13 miliar. Duit termasuk untuk bayar pegawai dan lain-lain. Bersih, duit untuk pengembangan infrastruktur hanya Rp 900 juta. Bandingkan dengan DKI Jakarta yang mengalokasikan Rp 200 miliar hanya untuk promosi wisata saja.

“Tapi di sana APBD-nya Rp 70 triliun. Mau bangun apa saja bisa. APBD kita tidak mampu,” tambah Abdulloh. Meski demikian, pengembangan wisata tetap dilakukan. Tapi bertahap. Yang sudah seperti master plan pengembangan wisata Pantai Manggar. Lalu tahun ini ada penyusunan feasibility study (FS) sekaligus penetapan lokasi untuk mangrove center. Areal mangrove yang merupakan lahan masyarakat juga mulai dibebaskan agar bisa dilakukan pembangunan infrastruktur dengan APBD. Tahun ini 20 hektare.

Begitu juga dengan wisata kuliner. Abdulloh menginginkan sebuah lokasi untuk wisata kuliner. Bukan hanya pada spot-spot tertentu melainkan terpadu. Setidaknya di atas lahan 5 hektare. Namun karena biayanya besar, ia berharap ada investor yang berminat.

Sementara itu, Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kaltim Rusdiansyah mengkritisi belum ada pemetaan yang jelas pengembangan pariwisata Balikpapan. Soal wisata kuliner, ia mengusulkan dibuat di lokasi eks kebakaran Pasar Blauran Klandasan karena lokasinya dekat pantai. Kemudian, pemkot perlu segera membenahi Pasar Inpres Kebun Sayur yang sudah mendunia.

Kemudian di sebelah utara, tepatnya kawasan Km 23 sebaiknya juga dikelola dengan baik potensi wisatanya. Ia mengusulkan beruang madu diletakkan di Kebun Raya Balikpapan, sedangkan Lamin di Km 23 difokuskan pada wisata seni dan kebudayaan. “Lamin identik dengan Dayak, harusnya pengunjung yang datang kesana bisa melihat orang dayak dan budayanya,” terangnya.

Balikpapan yang memiliki Sungai Wain juga punya potensi yang luar biasa jika dioptimalkan. Perlu juga dilakukan pemugaran makam Jepang maupun tugu Australia.

“Kita ingat tahun 97 ratusan warga Australia dan Jepang datang ke Balikpapan mengunjungi dua objek itu. Tapi saat ini mereka sudah kehilangan informasi soal itu,” tambahnya.

Kabid Pariwisata Disporabudpar Abdul Majid membenarkan banyaknya potensi di kota ini. Namun jika semua diserahkan ke pemerintah, tak akan jalan. Pengembangan wisata, menurutnya harus melibatkan semua pihak termasuk swasta. Ia mengaku terus menawarkan kepada investor. Namun sejauh ini tahap akhirnya selalu batal.

“Contohnya Manggar, sudah kami tawarkan dan ada beberapa melirik. Terakhir pengusaha muda Balikpapan. Tapi ya enggak jadi. Termasuk Ancol juga pernah tapi pada akhirnya tak bisa,” jelasnya. Apa alasannya Majid mengaku tak tahu. Namun setiap investor sudah pasti punya kajian masing-masing.

Makanya, Balikpapan harus belajar dari Kabupaten Sleman yang bangkit dari masyarakatnya. Tapi harus dimulai dengan mengubah mind set. Masyarakat harus mau bersama-sama membangun. Semua dinas harus terlibat termasuk perusahaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). (*/rsh/tom/k18)


Sumber: Kaltim Post