Perlu Alokasi Anggaran Lima Persen dari APBD

Diskusi Forum Kota: Perda Diketuk, Apakah Untungkan Pariwisata?

Jika Anda ditanya, ada apa sih di Balikpapan, apa jawaban Anda?

PERTANYAAN itu jawabannya gampang-gampang susah. Gampang, karena kota ini punya segudang potensi wisata. Laut, perbukitan, hutan, serta satwa khas Kalimantan. Masyarakatnya majemuk berasal dari seluruh penjuru, bak Indonesia mini. Sayang, potensi itu belum digarap dengan maksimal. Sektor pariwisata masih jauh dari kata siap untuk dipromosikan.

Pemkot dan DPRD kini tengah menggodok Peraturan Daerah Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Perda RIPPDA). Dengan aturan itu, diharapkan menjadi grand design pembangunan pariwisata Balikpapan. Baik jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Bukan hanya sebagai pelepas kewajiban atas amanat Undang-Undang Kepariwisataan.

Berangkat dari hal tersebut, media ini kembali mengangkat tema pariwisata dalam Forum Kota Kaltim Post di Gedung Biru, Jalan Soekarno-Hatta Km 3,5, Selasa (9/8). Seluruh stakeholder terkait hadir. Mulai perwakilan pemkot, legislatif, penggiat lingkungan, pelaku usaha pariwisata, pengamat perkotaan, termasuk komunitas anak muda.

Perwakilan Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Yosep Gunawan menjelaskan, Perda RIPPDA wajib dimiliki oleh seluruh kabupaten/kota. Di dalamnya ada tiga pilar, yakni pemasaran, industri, dan kelembagaan. “Selanjutnya akan lebih didetailkan apa saja yang akan dikembangkan, tujuannya apa dan apa yang akan dilakukan,” ujarnya.

Makanya, dalam pembahasannya potensi di Balikpapan dibagi dalam empat zona. Yakni zona Klandasan, Karang Joang, Teritip, dan Kariangau. Dari zona tersebut akan disusun kembali berdasarkan skala prioritas, apa produk unggulannya, dan apa temanya. Misalnya, untuk Zona Klandasan temanya perkotaan, jasa, meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) serta kawasan pendukungnya adalah Pasar Inpres Kebun Sayur.

“Memang namanya Zona Klandasan, tapi kita maunya bukan hanya mencakup wilayah Klandasan saja,” tambahnya. Zona kedua adalah Zona Karang Joang dengan tema wisata alam dan petualangan. Objeknya meliputi Kebun Raya Balikpapan (KRB), Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH), Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), dan kawasan pendukung Waduk Manggar.

Zona ketiga adalah Teritip dengan tema pantai dan bahari. Objeknya meliputi Pantai Manggar, Pantai Lamaru, Penangkaran Buaya Teritip, dan sekitarnya. Zona keempat yakni Kariangau dengan tema industri dan alam. Objeknya Kawasan Industri Kariangau dan Teluk Balikpapan. Perda RIPPDA akan fokus pada pengembangan zonasi tersebut. Indikator dan program akan dijabarkan secara detail.

Sehingga jelas apa yang harus dilakukan dalam jangka waktu 2015-2025. Di mana visinya menjadikan Balikpapan tujuan wisata internasional, ekowisata, ekokultural, transit, bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kekuatan hukum, mau tak mau semua pihak, baik eksekutif, legislatif, maupun asosiasi punya tanggung jawab untuk menjalankan grand design pariwisata tersebut.

“Jadi, setiap objek akan dilengkapi dengan master plan. Kami tinggal mengusulkan ke dewan untuk pendanaan. Kalau tidak mampu langsung ditawarkan ke swasta. Karena ini sudah ada aturan hukumnya dan harus dilaksanakan,” jelasnya.

Dalam perda itu juga mengatur mengenai tata ruang termasuk sarana dan prasaran yang harus ada dalam sebuah objek wisata. Juga mengatur insentif yang bakal diberikan kepada investor yang mau mengembangkan objek wisata di Balikpapan. Namun, investor boleh membangun asal sesuai dengan master plan yang dimiliki pemkot. Pemkot menjamin akan memberikan berbagai kemudahan.

Ketua Komisi II DPRD Balikpapan yang membidangi ekonomi dan pariwisata, Abdul Yajid menjelaskan, perda tersebut saat ini memang dalam proses pembahasan. Yang jelas, dari empat zona yang ada harus ada satu yang prioritas untuk dijadikan unggulan. Saat ini, Balikpapan belum punya objek wisata unggulan. “Walaupun sudah ada pameran segala macam tapi sia-sia karena objeknya belum siap. Mangrove Center bagus, tapi masih perlu perbaikan lagi. Bergantung bagaimana nanti Dinas Pariwisata mengusulkan ke kami,” jelasnya.

Ketua Komisi I DPRD Balikpapan Syukri Wahid menambahkan, memang selama ini political will belum berpihak pada pariwisata. Terbukti alokasi anggaran untuk pariwisata kurang dari 1 persen dari APBD. Tahun ini misalnya, hanya Rp 29 miliar dari APBD Rp 3,1 triliun. Sehingga dalam Perda RIPPDA sudah selayaknya ada klausul yang mengatur alokasi anggaran untuk sektor wisata.

“Tahun ini Rp 29 miliar. Saya enggak tahu duit segitu bisa untuk apa. Untuk promosi hanya Rp 300 juta,” ujarnya. Menurutnya, dengan penurunan sektor migas dan pertambangan, sudah saatnya sektor pariwisata dikembangkan. Seperti sektor pendidikan yang dipatok alokasi minimal 20 persen APBD, sektor kesehatan minimal 10 persen, sektor pariwisata seharusnya juga demikian. “Minimal 5 persen lah. Gimana mau dukung wisata kalau anggarannya enggak ada,” tambahnya.

Selanjutnya dalam mendata potensi wisata, acuannya di mana orang berfoto selfie, berarti potensi tempat itu disukai. “Nah di Balikpapan ini di mana tempat orang foto selfie. Harus ada tempat yang kalau orang foto langsung kelihatan dari foto itu, oh.. ini di Balikpapan,” pungkasnya. (rsh2/k15)

 

Sumber: Kaltim Post