Rasio Belanja Pegawai Masih Batas Wajar

Dari APBD Rp2,4 Triliun, Dialokasikan Rp700 Miliar BALIKPAPAN – Defisit yang dialami pemerintah kota dalam pengelolaan APBD dua tahun terakhir ini, belum berpengaruh pada perimbangan komposisi keuangan daerah. Dari APBD 2016 perubahan, pembiayaan untuk belanja tidak langsung atau gaji pegawai dan lainnya sebesar Rp700 miliar. Sisanya unutk pembiyaan lainnya termasuk belanja modal atau langsung. Anggota Badan Anggaran DPRD kota, Syukri Wahid mengatakan pada APBD 2016 yang telah ditetapkan Rp2,4 triliun sebesar Rp700 miliar untuk gaji dan honor. “Rasio masih sehat kecuali belanja tidak langsung sudah main di Rp1 triliun itu rasionya sudah tidak sehat,” nilainya, Minggu (13/11). Belanja pegawai dapat dikatakan tidak sehat apabila pembiayaan untuk gaji pegawai terus meningkat hingga sampai Rp1 trilun, namun PAD masih pada angka Rp550 miliar atau tidak meningkat. “Kalau seperti pendapatan habis untuk gaji saja, itu tidak sehat. Seperti ada di salah satu Kabupaten, APBD Rp950 miliar belanja tidak langsung Rp750 miliar ya Rp200 miliar setahun dipakai dinas A dinas B ya nggak cukup,” tandasnya Diketahui pada APBD 2016 ini, alokasi yang diperoleh untuk DAU Rp400 miliar ditambah PAD Rp550 miliar jangan sampai habis untuk belanja tidak langsung. Pada APBD 2017 mendatang, diperkirakan besaran APBD tidak jauh dari angka Rp2,4 hingga Rp2,5 triliun. Sejauh ini diakui Syukri belum mendapatkan draft RAPBD 2017. Diapun belum mengetahui persis berapa jumlah belanja tidak langsung pada 2017 ini setelah pemkot berencana memberlakukan e-Kinerja 2017 termasuk pos-pos SKPD baru. “Gaji dewan berapa, PNS berapa, TPP berapa, lalu kita lihat berapa PAD dan DAU. Nanti kalau sudah dikasih draftnya kita baru bisa ngomong. Saya harus melihat hitam di atas putih. Kalau sekarang belum bisa kita kritisi,”ujarnya. Nantinya untuk anggaran kinerja PNS akan tetap masuk dalam Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang selama ini hanya dijadikan patokan dari absensi sidik jari. Dengan e-Kinerja ini basis penilaian akan jauh lebih adil dan terukur karena masing-masing PNS menilai sendiri pekerjaan hariannya. Di DKI Jakarta, absensi sidik jari hanya satu komponen penilaian sedangkan di Balikpapan dijadikan dasar kinerja. “Jelas ini kalau pakai e-Kinerja lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Betul-betul berbasis kinerja. Kalau di Jakarta namanya tunjangan kinerja di sini tambahan penghasilan pegawai,” tukasnya. (din)

 

Sumber: Koran Kaltim