Selesaikan Perselisihan Tenaga Kerja, Disnakersos Butuh Tambahan Mediator

Perselisihan Ketenagakerjaan masih banyak dialami masyarakat. Makanya, DPRD meminta Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disnakersos) untuk menambah mediator. Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan Ida Ayu Prahastuti menyampaikan, saat ini jumlah perusahaan dan mediator tidak berbanding lurus. Hal ini menyebabkan kurang optimalnya pengawasan pada perusahaan yang ada. "Perusahaannya ada banyak. Tidak sedikit pula masalah PHK terutama Perjanjian Kerja Waku Tertentu (PKWT). Gaji dan tunjangan tidak dibayar," ujarnya. Dia menjelaskan, alasan di balik PHK tersebut karena perusahaan mengalami defisit sehingga melakukan penundaan pembayaran hingga berbulan-bulan. " Seharusnya perusahaan tersebut melapor. Dan kalau ada anjuran dari Disnakersos harusnya sudah langsung dijawab 10 hari sebelum masa kerja. Ini kebanyakan tidak mengindahkan anjuran sehingga masalah menjadi berlarut-larut," tambahnya. Maka, dia berharap Disnakersos bisa proaktif dengan menyediakan mediator yang cukup untuk pengawasan seluruh perusahaan. Untuk pegawai yang ada agar dipertahankan dengan desk-nya tanpa perlu dipindah-dipindah. Untuk yang akan pensiun segera disiapkan penggantinya. "Perselisihan tenaga kerja cukup tinggi. Jadi kita berharap Disnakersos bisa menambah personel," imbuhnya. Sementara Kadisnakersos Balikpapan Tirta Dewi mengatakan, memang mediator yang ada jumlahnya sangat minim. Yakni lima mediator. Sedangkan tugas masing-masing mediator mengawasi lima perusahaan dalam tiap bulan. "Perusahaan ada 4.000 ya pasti mediator kita kurang. Namun tetap kita optimalkan dengan koordinasi dengan perusahaan. Giatkan sosialisasi terjadwal dan yang diminta perusahaan. Supaya tenaga kerja dan perusahaan tahu apa hak dan kewajiban mereka," ujarnya. Dia pun menjelaskan juga berkeinginan menambah personel. Namun karena adanya moratorium serta efisiensi menjadi sulit untuk dilakukan. "Kami juga maunya bekerja sama dengan BKD. Namun karena mediator harus PNS jadi tidak bisa sembarangan angkat karyawan. Yang bisa pendampingan mediator dari pusat, tapi karena efisiensi sepertinya tidak bisa dilakukan," ungkapnya. Meski begitu, kinerja mediator cukup membuahkan hasil. Dari 122 kasus selama 2015, kini (2016) jumlahnya turun menjadi 92 kasus. (*/ane/rsh/k18) Sumber: Kaltim Post