Sebagai kota industri dan jasa berbasis batu bara dan migas, Balikpapan bertekad memacu kinerja pada sektor pariwisata sebagai penopang perekonomian utama di masa mendatang.
"Sektor pariwisata ini yang paling anti resesi ekonomi penyumbang ketiga pendapatan nasional. Kita lihat Bali tenang-tenang kan meski harga batu bara dan migas naik turun," jelas Hendrik Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Olahraga Pemkot Balikpapan saat bincang ringan dengan Bisnis, Jumat (4/5/2018).
Penurunan harga komoditas batu bara dan migas dua tahun belakangan, sebut dia, memberi andil negatif pada kunjungan wisatawan ke Balikpapan. Sampai April 2018 tercatat, jumlah kunjungan wisata ke Balikpapan sebanyak 319.802 jiwa, didominasi wisatawan nusantara 313.842 jiwa dan 5.960 jiwa untuk wisatawan mancanegara.
Mereka umumnya mendatangi objek-objek wisata, dan sebagian lain untuk urusan bisnis atau Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE).
Ada pun untuk jumlah kunjungan 2017 lalu mencapai 2,7 juta wisatawan dari 2,2 juta pada tahun sebelumnya.
Kota Minyak lebih diuntungkan dibanding daerah lain karena letak yang strategis, berhubungan langsung dengan jalur laut internasional atau ALKI II. Sekain itu keberadaan Bandara Internasional satu satunya di Kalimantan ada di Balikpapan. Peluang menyerap kunjungan wisatawan diyakini kian terbuka lebar.
Sebagai kota modern berbasis lingkungan mengingat Balikpapan bebas dari aktifitas galian tambang, memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan biota laut langka di Teluk Balikpapan, menjadi nilai lebih Balikpapan.
Pemerintah, Hendrik mengatakan akan mulai mengembangkan konsep wisata lokal berbasis masyarakat yang berkelanjutan.
"Sebagai pintu gerbang Kaltim, kami sudah memiliki aksesibilitas. Sekarang tinggal infrastruktur pariwisata saja," jelasnya.
Sebagai pintu gerbang utama Kaltim, Balikpapan menjadi penghubung ke daerah wisata andalan Kaltim seperti Kepulauan Derawan di Berau, atau Karst Sangkulirang di Kutim.
PHRI, Hendrik melihat sebagai mitra besar pemerintah yang memiliki semangat serupa membangun perekonomian daerah melalui bisinis pariwisata daerah.
"Hanya saja selama ini kan jalannya sendiri sendiri. Ke depan kita harus sinergi, pengurusan baru mesti mendukung," jelasnya.
Adapun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan baru saja membentuk kepengurusan dan memilih ketua baru, Kamis (3/5/2018) lalu. Rencananya pada awal pekan pemerintah akan mengumpulkan para pelaku usaha untuk menyamakan persepsi mengenai rencana induk pengembangan pariwisata Balikpapan ke depan.
Umumnya para pelaku usaha perhotelan saat ini mengeluhkan penurunan okupansi kamar. Pihaknya pun berupaya pemberian rekomendasi izin hotel untuk menunjang tingkat keterisian kamar akan lebih selektif dilakukan.
“Pada tahun ini akan bertambah tiga hotel lagi yang beroperasi. Kita tidak menolak investasi tapi lebih ingin memaksimalkan hotel yang ada dulu,” jelas dia.
Bisnis perhotelan, sebutnya merupakan tiang pancang sektor pariwisata. Jumlah hotel non bintang dan berbintang saat ini mencapai 88, terus naik tiap tahun sejak 2010 silam (lihat data di bawah).
Penurunan keterisian kamar, kata dia seirama dengan meningkatnya tingkat kejenuhan di hotel berbintang, mengacu analisis terakhir pada 2014 silam di 65 hotel. Ini pun, kata dia, berkorelasi dengan waktu menginap yang lebih singkat. Pada 2014, untuk long stay waktu menginapnya pengunjung bisa mencapai tujuh hari.
“Tapi sekarang, hanya dua hari saja,” jelas sekretaris Dispora Balikpapan tersebut.