Balikpapan - "Ular naga panjangnya bukan kepalang. Menjalar-jalar selalu kian kemari. Umpan yang lezat, itu yang dicari. Ini dianya yang di belakang."
Mungkin masih ada yang ingat permainan ular naga dari lirik lagu di atas. Atau ingat dengan permainan eggrang, dua buah tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah.
Permainan tradisional itu kembali dikenalkan kepada anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Balikpapan dalam peringatan Outdoor Classroom Day atau OC Day alias Hari Belajar di Luar Kelas.
"Agar anak-anak belajar dengan suasana yang berbeda dan tidak membosankan. Seperti arahan Bapak Presiden, sebaiknya minimal 60 persen belajar di luar kelas," kata Lies Rosdianty, Asdep Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak, Kamis (1/11/2018).
OCDay, lanjut Lies, tidak hanya dilaksanakan di Indonesia, melainkan seluruh seluruh dunia. "Negara kita sudah 2 kali ikut OCDay dan pada 2017 lalu peringkat terbaik kedua setelah Inggris," ungkapnya.
Predikat itu diraih karena banyak sekolah di Indonesia yang melaksanakan OCDay dengan tema yang beragam. Terlebih juga menekankan pendidikan karakter ke anak-anak peserta didik.
"Kementerian PPPA telah membuat pedoman dalam memberikan pendidikan dan hak anak lainnya sehingga sekolah benar-benar ramah anak. Tapi itu disesuaikan karena tidak bisa disamakan antara sekolah umum dengan luar biasa," jelasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan, Sri Wahyuningsih menambahkan, selama ini pembelajaran di sekolah cukup memberatkan dan ditambah lagi dengan pekerjaan rumah yang diberikan ke peserta didik.
"Tapi sekarang sudah ada konsep pembelajaran yang menyenangkan. Konsep itu dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun disesuaikan dengan kondisi setiap satuan pendidikan," imbuhnya.
Lebih lanjut Yuyun mengatakan, OCDay tidak dilaksanakan sehari penuh di sekolah. "Kalau berdasarkan pentunjuk pelaksanaan, dimulai pukul 7 dan selesai 9.30 pagi. Kalau mekanismenya diserahkan ke sekolah-sekolah," jelasnya.
Dalam OCDay, anak-anak berkebutuhan khusus ini diajarkan 5S yakni Salam, Senyum, Sapa, Sopan dan Santun. "Itu kan juga bagian dari pendidikan karakter. Termasuk permainan tradisional tadi," terangnya.
Masih di lokasi yang sama, Kepala SLBN Balikpapan, Mulyono mengatakan, anak-anak berkebutuhan khusus yang Ia didik merasa senang bisa ikut OCDay walau sekolah ini kerap memberikan pendidikan luar kelas.
"Mereka punya hak untuk tumbuh dan berkembang serta mengikuti kegiatan layaknya di sekolah umum. Hari ini anak-anak terlihat senang," tutur Mulyono.
Ia pun ingin agar kegiatan belajar di luar kelas tak hanya dilaksanakan setahun sekali. "Mungkin pada peringatan Down Syindrome, Hari Autis, kegiatan seperti ini juga dilakukan dan kami upayakan anak-anak terlibat aktif," ujarnya.
Tak hanya mengenalkan permainan tradisional. Peringatan OCDay di SLBN Balikpapan juga mengajak anak-anak untuk berpola hidup hemat, bersih, dan sehat seperti mematikan lampu dan kran air yang tidak terpakai dan membersihkan lingkungan sekitar.
"Tadi juga ada simulasi sadar bencana dalam lagu dan gerak. Begitu mendengar sirine dan kode-kode lainnya, mereka serentak berkumpul di lapangan dengan tertib. Itu memang kami latih," pungkasnya.
OCDay ditutup dengan pentas seni seperti menyanyi, membaca puisi dan tari tradisional. Selain itu juga ada penandatangan Deklarasi Sekolah Ramah Anak yang dilakukan pihak Kementerian PPPA, DP3AKB dan pihak SLBN Balikpapan. (Diskominfo/editor : mt)