Balikpapan- Pemerintah Kota Balikpapan mencatat selama 2018 kasus stunting di Balikpapan mencapai 925 anak diantaranya pada anak sekolah yang mencapai 605 orang anak. Hal itu diungkapkan Wali Kota Rizal Effendi saat upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional 2018 di Halaman Kantor Wali Kota Balikpapan, Senin pagi (19/11).
Pemerintah kota Balikpapan bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kota Balikpapan telah menetapkan rencana aksi daerah pencegahan dan penanganan kasus stunting dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Balikpapan tentang tim pencegahan dan penanganan kasus stunting.
“Pada hari ini akan di launching penjaringan status stunting pada anak sekolah secara serentak di enam kecamatan untuk mendeteksi status gizi anak,” pesan Wali Kota.
“Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa masalah stunting masih merupakan masalah gizi secara nasional, karena terdapat peningkatan stuntingdari 21,7 persen pada tahun 2016 menjadi 29,6 pada tahun 2017. Kasus stunting di Kalimantan Timur meningkat dari 27,1 persen pada 2016 menjadi 30,6 persen pada tahun 2017, dan di Kota Balikpapan meningkat dari 24,3 persen pada tahun 2016 menjadi 30,3 persen pada tahun 2017,” ungkap Wali Kota.
Stunting merupakan hasil dari kegagalan pertumbuhan yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun karena permasalahan kekurangan kebutuhan gizi yang sering terjadi di masyarakat.
Wali Kota mengatakan berdasarkan Global Nutrition Report (GNR) tahun 2014, Indonesia termasuk ke dalam 17 negara diantara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi pada balita, yaitu stunting (kekurangan gizi kronis akibat asupan gizi yang kurang dalam rentang waktu yang cukup lama), wasting (penurunan berat badan yang ditandai oleh penurunan massa tubuh), dan overweight (berat badan melebihi berat normal).
Indonesia juga termasuk dalam 47 negara dari 112 negara yang memiliki masalah anemia pada Wanita Usia Subur (WUS).
“Jumlah ini cukup besar dan memprihatikan karena dampak stunting yang paling di khawatirkan adalah rendahnya kualitas fisik dan kecerdasan anak sehingga dapat mengancam ketahanan generasi masa depan baik secara fisik maupun intelegensia. Kondisi kekurangan gizi akan menyebabkan rendahnya angka kesehatan yang berakibat pada rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia, pencapaian pendidikan dan daya saing bangsa,” jelasnya.
Karena itulah, masalah gizi merupakan masalah yang serius dan memerlukan perhatian khusus.
Permasalahan stunting dan pentingnya pemberian gizi yang cukup pada ibu hamil untuk mendukung perkembangan periode emas seribu hari pertama kehidupan perlu lebih banyak disosialisasikan kepada masyarakat.
“Sebagai wujud komitmen untuk memerangi masalah kurang gizi khususnya stunting, pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang gerakan nasional percepatan perbaikan gizi. peraturan tersebut memberikan peluang seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat dan unsur pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi yang terjadi pada seribu hari pertama kehidupan secara terpadu, dan menjalankan gerakan masyarakat hidup sehat (germas), yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia,” terangnya. (Diskominfo/editor: mt)