Kasus Stunting di Balikpapan Tersisa 18 Persen

Balikpapan - Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan mencatat terdapat 2.011 anak mengalami stunting atau ukuran badan pendek karena kekurangan gizi. Jumlah itu banyak dialami balita. Kepala DKK Balikpapan Balerina mengatakan berdasarkan pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan  pada tahun 2013 lalu terdapat 30 persen anak mengalami stunting. “Tapi 2018 ini  data pusdatin  turun menjadi 18,2 persen anak yang masih mengalami stunting,” ungkap dr. Balerina di sela-sela kegiatan rembuk stunting di Aula Kantor Wali Kota Balikpapan, Senin  (29/4/2019).

Salah satu persoalan yang dihadapi keluarga yakni persoalan gizi buruk dan anemia yang banyak dialami remaja putri. Hal ini menjadi pemicu muncul keturunan stunting. Hal ini menjadi temuan dan persoalan yang dibahas dalam rembuk stunting.  DKK menurutnya menyarankan agar ada kebijakan pusat yang mengharuskan remaja putri tingkat SMA untuk meminum obat tambah darah mengingat mereka secara rutin mengalami mentruasi. “Kita ketahui remaja putri mengalami menstruasi, mereka sering mengalami anemia kalau ini berkelanjutan maka efeknya akan mengakibatkan saat dia menikah dan mengandung. Ini salah satu penyebab stunting disamping juga kurang gizi,” tuturnya. Terkait rembuk stunting ini guna mencari solusi bersama atas kasus stunting yang cukup tinggi di Balikpapan.

Rembuk stunting ini menghadirkan sejumlah narasumber dari DKK, Kementerian Dalam Negeri, Tim Nasional Percepatan Penanganan kemiskinan (TNP2K) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang membahas strategi nasional konvergensi percepatan dan pencegahan stunting, serta pedoman aksi perencanaan pembangunan pemerintah daerah. “Narasumber dari pusat datang melihat langsung bagaimana penanggulangan stunting di Balikpapan. Program ini memang dilaksanakan karena tadi kita dengar disini banyak masalah dalam stunting. Nanti mereka tindaklanjuti ke pusat,” jelas dr. Balerina.

Kepala Seksi wilayah II Direktorat Jenderal  Bina Pembangunan Daerah (Bina Bangda) Kementerian Dalam Negeri, Zamhir Islamie mengatakan, kasus stunting sangat mempengaruhi kualitas manusia Indonesia kedepannya. Karena itu pusat bersama daerah sedang memperbaiki produktivitas Indonesia dengan penanggulangan stunting. Lanjutnya  sejak 2017 pemerintah pusat melakukan studi di beberapa negara seperti Peru, di sana bisa menurunkan kasus stunting dalam waktu paling tidak hampir 10 tahun. "Indonesia seharusnya, dengan resources yang kita punyai bisa lebih cepat lagi. Salah satu yang pemerintah lakukan dengan mengintegrasikan dengan program yang dimiliki semua perangkat daerah," jelasnya.  

Pemerintah pusat memiliki baseline data, dimana pada 2017 angka stunting secara nasional mencapai 37 persen, dan pada 2018 ini sudah turun menjadi 30 persen. Dengan pola integrasi konvergensi bisa menurunkan lebih cepat lagi. Angka progresif minimal lima tahun kedepan bisa didapatkan. "Ini semua tergantung pada komitmen dari seluruh perangkat daerah dan seluruh pemangku kepentingan. Sebenarnya ada 160 kabupaten/ kota yang menjadi prioritas penanggulangan stunting nasional. Namun Balikpapan yang bukan prioritas malah lebih advanced lagi ingin memulai lebih cepat menurunkan angka stunting," katanya. 

Dari penurunan yang hanya tinggal 18 persen saja di Balikpapan, maka kedepannya setahun atau dua tahun lagi penurunan bisa lebih cepat. "Akan dilihat  tracking proses penurunan angka stunting itu sendiri. Jika dahulu sistem data dilakukan per empat tahun, maka kini sistem sudah per tahun," ujarnya. (Diskominfo / editor : mt)