BALIKPAPAN - Kota Balikpapan kembali mendapat predikat Nindya sebagai Kota Menuju Kota Layak Anak (KLA). Balikpapan berhasil mempertahankan predikat yang telah dicapainya pada tahun 2019 ini. Kendati begitu, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas'ud berharap di tahun 2022 Balikpapan bisa naik ke predikat Utama.
Wali kota mengungkapkan, ia akan berupaya agar Balikpapan bisa jadi kota yang lebih ramah terhadap anak. Beberapa faktor yang penting untuk ditingkatkan seperti anak sekolah, kesehatan, akte kelahiran dan perkawinan dini.
"Saya pikir ini bisa diperbaiki tahun depan dengan melibatkan Ketua RT. Karena kita juga sudah memberikan operasional bagi RT, maka harapannya lebih mudah bersinergi dengan kelurahan," terangnya Kamis (29/7/2021) usai telekonferensi dengan kementerian di Ruang VIP Pemkot Balikpapan.
Ia menjelaskan juga mengenai satgas anak yang diharapkan konsisten bersinergi dengan semua pihak. Terlebih untuk memenuhi sejumlah indikator KLA. "Ada beberapa yang perlu diperbaiki. Misal anak yang belum memiliki akte kelahiran ada 7 persen. Ini akan diperbaiki," jelasnya.
Peranan lurah dan RT yang konsisten *mempertanyakan* di wilayah masing-masing akan sangat membantu.
Juga anak putus sekolah yang ternyata di Balikpapan masih ada. Ia berharap, dengan program kerja masa kepemimpinan dirinya, yakni sekolah gratis, bisa memberikan kesempatan anak-anak Balikpapan untuk sekolah. "Jangan ada lagi anak-anak yang tidak sekolah," ujarnya.
Termasuk pendidikan moral bagi anak yang tak kalah penting. Balikpapan merupakan kota yang heterogen dalam hal suku dan agama.
"Apapun agamanya yang terpenting adalah mempelajari dengan baik, karena implementasinya pada pemahaman moral si anak. Jalani dan amalkan," tegasnya.
Ditambahkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan keluarga Berencana (DP3AKB) Sri Wahjuningsih, sebenarnya dari 24 indikator KLA, sudah banyak juga yang bisa dipenuhi Kota Balikpapan.
Kendati beberapa hal masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan. "Dari 24 indikator ini isinya, pertama, sejauh mana pemerintah kota Balikpapan memenuhi akta kelahiran bagi anak-anak," sebutnya.
Ini disebut dengan kluster hak sipil dan kebebasan. Sampai 2020 lalu, di Balikpapan masih ada 7,13 persen anak Balikpapan belum memiliki akta kelahiran. "Itu salah satu indikatornya," katanya.
Indikator lain, mengenai informasi layak anak. Yakni sejauh mana pemerintah dan seluruh stakeholder di kota Balikpapan bisa menyajikan informasi yang layak anak.
"Salah satunya iklan promosi rokok juga jadi satu hal yang ditanyakan. Kita belum bisa menjamin informasi layak anak bisa diakses seluruh anak," terangnya.
Itu artinya informasi yang terpapar pada anak-anak masih ada yang belum terjamin layak anak. "Internet juga, misalnya. Makanya ini tidak hanya menjadi peran pemerintah. Karena tidak ada yang bisa membatasi anak mengakses hal-hal yang tidak kita inginkan," jelasnya.
Selain pornografi masih ada juga aplikasi yang terlarang disentuh anak-anak Namun ternyata bisa mereka akses. "Inilah yang harus dijamin bahwa informasi yang diterima anak adalah informasi layak anak. Di data kami ini belum mencukupi," imbuh Yuyun, sapaan Sri Wahyuningsih.
Yang juga masuk indikator KLA adalah partisipasi anak. Ditandai sejauh mana para pengurus forum anak dilibatkan dalam proses perencanaan.
"Mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, hingga kota. Hadir dalam proses musrembang tiap tingkatan. Juga sejauh mana usulan yang mereka sampaikan diakomodir dalam perencanaan pembangunan," urai Yuyun.
Diakuinya masih ada kelemahan terkait hal ini. Dan ini baru pemenuhan kluster pertama. Kluster kedua adalah mengenai angka perkawinan dini pada usia anak.
"Berdasarkan data yang kita unggah, memang ada peningkatan data perkawinan anak. Di 2019 ada 73 anak. Tapi di tahun 2020 ada peningkatan menjadi 178 anak," sebutnya.
Anak-anak ini menikah sebelum waktunya. Dan ini jadi tantangan pemerintah kota Balikpapan, terutama di masa pandemik COVID-19.
Yuyun juga menambahkan, Pada 2020, tepatnya sejak pandemi, semua aktivitas pembelajaran dilaksanakan daring. Perlu kerjasama dengan orangtua. Karena anak-anak sekarang lebih banyak di rumah.
"Jadi anak-anak ini siapa yang mengawasi setelah pembelajaran daring usai? Terutama mengawasi dari akses terhadap hal-hal yang tidak baik," katanya.
Anak berpotensi mengakses pornografi, konten bermuatan kekerasan, atau sosial media yang membuat mereka mengenal orang asing. Apalagi jika ternyata orang asing itu bisa menyeret anak-anak pada pergaulan bebas.
"Makanya penguatan iman dan taqwa juga tidak kalah penting. Sehingga akhirnya pergaulan bebas ini bisa mengakibatkan perkawinan usia anak meningkat," jelasnya.
Yang tak kalah penting pada Kluster ketiga, yaitu kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan. Banyak pekerjaan rumah pemerintah kota, terutama di masa pandemik ini.
"Memang angka gizi buruk dan stunting jadi evaluasi KLA. Padahal di masa pandemik ada kecenderungan peningkatan hal tersebut," katanya.
Walau begitu, kementerian tetap mempertimbangkan apa yang telah dipenuhi Kota Balikpapan. Terlebih karena hal ini berada dibawah pengawasan Dinas Kesehatan Kota.
"Karena saat ini Dinkes juga menangani pandemik COVID-19 dan vaksin," katanya.
Kluster yang juga penting, pendidikan, harapan kementerian nantinya tidak ada anak yang tidak bersekolah di usia sekolah. "Semoga dengan program pak wali kota, sekolah gratis, ini bisa meningkat," harapnya.
Yuyun melanjutkan, Wali kota Balikpapan juga berharap, tahun depan Balikpapan bisa mendapatkan kategori utama dengan adanya sekolah gratis.
Pada dasarnya, Semua daerah pun masih dalam proses menuju kota layak anak. Karena se Indonesia hanya ada empat kota yang telah memperoleh Utama, yakni Denpasar, Surabaya, Surakarta dan Yogyakarta. (diskominfo/ cha/mgm)