BALIKPAPAN - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan bersama Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) melaksanakan sosialisasi aksesibilitas kepada Sekolah Dasar di Kota Balikpapan, Senin(25/9/2023).
Sosialisasi ini juga membahas tentang pentingnya penyediaan fasilitas pendidikan yang ramah disabilitas. Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Disdikbud Ganung Pratikno mewakili Kepala Disdikbud Irvan Taufik. Kegiatan juga dihadiri oleh para kepala sekolah di Balikpapan.
Sebelum kegiatan dibuka Program Officer Sigab Balikpapan, Sugianto menyampaikan terimakasih atas kehadiran para peserta sosialisasi. Ia menjelaskan, SIGAB merupakan lembaga LSM non profit yang berpusat di Jogjakarta.
"Saat ini kami terprogram dengan empat provinsi di Indonesia. Ada Jawa Timur, Nusa tenggara Timur, Kalimantan Timur dan Jogjakarta sendiri. Di Kaltim ada dua kota, Balikpapan dan Samarinda," terang Sugianto.
SIGAB juga memiliki kegiatan yang berkerjasama antara Inklusi, SIGAB, dan Kementerian Luar Negeri Australia. Yaitu asesmen penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan dalam segala lini kehidupan.
"Hari ini kami lebih sosialisasi lebih Pada perspektif disabilitas. Dalam artian apa itu disabilitas, jenis-jenisnya, dan layanan publik. Kami harap adik-adik disabilitas yang memiliki kemampuan, memiliki harapan untuk maju, tidak lagi bersekolah di SLB. Tapi bisa di sekolah umum," tuturnya.
Dalam hal ini SIGAB memberi gambaran pada pihak sekolah bagaimana itu sekolah inklusi, ramah disabilitas. "Karena di sistem pendidikan nasional pun ada sekolah inklusi dan yang memberikan tempat adik-adik disabilitas," terangnya.
Ia mengatakan, ini sesuai amanat undang-undang nomor 8 tahun 2016. Bahwa penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan akses lainnya.
Sementara, Sekretaris Disdikbud Kota Balikpapan, Ganung Pratikno mengungkapkan, Balikpapan sudah menerapkan kelas inklusi. Baru-baru ini di sejumlah sekolah negeri, dan untuk sekolah swasta sudah lama dilakukan.
Bahkan di swasta, sebelum diberlakukan di kelas inklusi pada sekolah negeri, sudah ada kelas inklusi. Meskipun dengan biaya yang relatif lebih tinggi. "Dan memang disabilitas yang bisa di akomodir oleh sekolah negeri masih terbatas," katanya.
Ada batasan IQ yakni 80 untuk bisa diterima di sekolah inklusi di negeri. Sementara untuk penyandang autis, hanya untuk autis ringan. "Ya memang yang lain juga terbatas. Karena yang krusial adalah, tim pendidik kami di negeri memiliki kompetensi," jelasnya.
Ia berharap Pada kesempatan ini sekolah yang telah menerapkan inklusif bisa berbagi dengan sekolah lainnya. Di Balikpapan, sekolah inklusi telah diterapkan di sejumlah SD maupun SMP.
"Dan kita ingin hal-hal terkait inklusi ini juga menyasar pada orang tua. Karena hari ini kami masih menemukan cara pandang berbeda antara orang tua dengan sekolah," imbuhnya.
Kendati sekolah-sekolah sudah sadar terkait hak bagi anak disabilitas ini. Namun memang diharapkan lembaga seperti SIGAB ini bisa hadir memberikan kesadaran lebih banyak bagi tenaga pendidik agar kompetensi terkait pendidikan bagi anak disabilitas meningkat.
"Saya berharap, setelah kegiatan ini pelayanan bagi disabilitas bisa meningkat. Termasuk akses bagi mereka di sekolah-sekolah yang berlantai dua. Pentingnya akses jalan ini juga harus disadari," katanya.
Nantinya dia berharap pihak sekolah juga mengusulkan fasilitas-fasilitas yang menunjang disabilitas. Tidak hanya fasilitas pada umumnya. "Hari ini kita bertemu oenggiat disabilitas ini semoga bisa mendapatkan ilmu yang bisa diterapkan bagi anak-anak disabilitas," tandansya. (diskominfo/cha/mgm)